Dong - Fikaramandio/korpus-bahasa-Gayo GitHub Wiki

Dòng

Salabisasi: dòng

Kelas kata: Adjektiva

Makna: Statis, tetap di tempat, atau menetap. Kata ini digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak bergerak, tetap tinggal di suatu tempat, atau seseorang yang menetap di suatu lokasi.

Fungsi Utama: Kata ini digunakan untuk menyatakan keadaan diam, menetap, atau bertahan di suatu tempat, baik secara fisik maupun metaforis.

Contoh Penggunaan:

  1. Aku dòng i Pĕparik bĕsilō : Saya sekarang tinggal di Pĕparik
  2. Uten ini gere i-dòng-i kule
    Di hutan ini tidak ada harimau yang menetap
  3. Nge ku-dòngen jĕma si dĕlé hō
    Saya meminta semua orang itu untuk menunggu
  4. Gere terdòng aku i Gayō
    *Saya tidak betah di Gayo.
  • Variasi penggunaan:
    • Dòng dapat digunakan dalam bentuk dasar (aku dòng = saya tinggal) atau dalam bentuk verba (mĕndòng = membuat tetap tinggal).
    • Kata ini juga memiliki variasi kontekstual, seperti dòngi (bentuk pasif, "di-dòng") dan terdòng (refleksif, "tidak bisa bertahan").
  • Konteks budaya: Dalam masyarakat Gayo, konsep dòng mencerminkan nilai-nilai lokal tentang stabilitas, ketetapan, dan hubungan harmonis dengan lingkungan. Misalnya, ungkapan seperti gere terdòng aku i Gajō menunjukkan perasaan tidak nyaman atau ketidakcocokan dengan tempat tertentu, yang sering kali berkaitan dengan identitas budaya atau preferensi personal.

Kata Turunan:

  • Mĕndòng: Verba, berarti "membuat tetap tinggal" atau "menetapkan."
    Contoh: Aku mĕndòng mulō kĕjep kam isinen (Saya meminta kamu untuk tinggal sebentar [menunggu].).
  • Terdòng: Adjektiva refleksif, berarti "tidak bisa bertahan."
    Contoh: Gere terdòng aku i Gajō (Saya tidak bisa bertahan lama di tanah Gayo.).

Informasi Budaya:

  • Ungkapan seperti nti pĕđòngdòng i dĕné (Jangan selalu berhenti di tengah jalan) mencerminkan nasihat praktis dalam kehidupan sehari-hari, mengajarkan nilai kerja keras dan ketekunan.
  • Dalam konteks ekonomi, frasa seperti aku gere mĕra mĕdòng pèng (Uang tidak mau tinggal di tangan saya) menunjukkan kebiasaan atau kesulitan dalam hal menabung atau mengelola keuangan, yang sering menjadi topik humor atau introspeksi dalam masyarakat.
  • Istilah dòng juga memiliki kemiripan dengan bahasa Aceh (tĕdòng), yang menunjukkan adanya hubungan linguistik antara bahasa Gayo dan Aceh. Hal ini merefleksikan interaksi budaya dan sejarah antara kedua komunitas tersebut.

Perbandingan antara : Teduh, Tedong, Dong, Teduk, Mari, dan Pari


Tabel Perbandingan Kata Bahasa Gayo

No Kata Kelas Kata Makna Utama Fungsi Utama Hubungan dengan Kata Lain / Catatan Tambahan
1 Teduh Verba berhenti; istirahat; mereda; tidak aktif menyatakan penghentian aktivitas atau kondisi yang lebih tenang bersinonim dengan mari dalam konteks "berhenti"; terkadang digunakan sebagai variasi dari tedong
2 Tedong Verba tetap tinggal; menetap; bertahan menyatakan keadaan seseorang atau benda yang tidak bergerak atau tetap berkerabat erat dengan dōng dan teduk; bisa digunakan dalam konteks fisik maupun metaforis (misalnya uang tak betah)
3 Dong Verba tinggal; menetap; tetap menyatakan kondisi tetap atau tidak berpindah bentuk dasar dari tedong dan teduk; sering muncul dalam frasa seperti "aku dong i Peparik" (saya tinggal di Peparik)
4 Teduk Verba menjadi tetap/pasti; terikat; sudah disepakati menyatakan kepastian final atau keterikatan hukum/moral merupakan variasi dari tedong dengan nuansa makna lebih abstrak; misalnya dalam konteks utang (nge teduk utangku)
5 Mari Verba berhenti; selesai; tamat; akhir menyatakan penyelesaian atau pengakhiran aktivitas mirip dengan teduh dalam arti “berhenti”; juga memiliki hubungan dengan ari dalam konteks awal dan akhir
6 Pari Verba meletakkan; menempatkan; menggadaikan; menitipkan menyatakan tindakan fisik meletakkan barang atau transaksi adat mirip dengan ari dalam arti “meletakkan” atau “menyimpan”; juga dapat menjadi nomina dalam beberapa dialek

Analisis Kesamaan dan Perbedaan Makna

Aspek Makna Teduh Tedong Dong Teduk Mari Pari
Berhenti / Selesai
Menetap / Tetap Tinggal
Meletakkan / Menyimpan
Menggadaikan / Menitipkan
Kondisi Final / Pasti
Istirahat / Mereda

Konteks Budaya dan Nilai Lokal

  • Dalam budaya Gayo, kata-kata ini sering digunakan dalam narasi lisan, ritual adat, transaksi ekonomi tradisional, dan sistem kekerabatan.
  • Penggunaan kata seperti tedong, teduk, dan mari mencerminkan nilai-nilai lokal tentang stabilitas, tanggung jawab, dan hubungan emosional dengan tanah kelahiran.
  • Pari sangat penting dalam sistem pinjaman dan pertukaran barang, serta dalam ritual penitipan anak atau harta kepada pihak lain.
  • Teduh dan mari sering digunakan dalam cerita rakyat untuk menyampaikan pesan moral tentang ketenangan dan akhir sebuah proses hidup.