Pancung - Fikaramandio/korpus-bahasa-Gayo GitHub Wiki

Pancung

Salabisasi: pan-cung
Kelas kata: Adjektiva

Makna: Kata pancung memiliki beberapa makna tergantung pada konteks penggunaannya. Berikut adalah penjelasan untuk setiap makna:

  1. Bentuk runcing atau lancip:

    • Pancung digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang memiliki ujung atau bagian yang menonjol secara runcing atau lancip, seperti hidung yang mancung, ujung selendang yang dipakai dengan satu sisi menonjol keluar, atau ujung pawak yang menjuntai lancip.
  2. Pajak atas rotan yang diekspor dari wilayah timur Gayo Lues:

    • Dalam konteks ekonomi, pancung alas merujuk pada pajak yang dikenakan oleh pemimpin adat (reje) atas rotan yang diekspor dari wilayah timur Gayo Lues. Pajak ini berupa 1/10 dari total jumlah rotan (dari setiap 10 gloengs rotan, satu diambil sebagai pajak) atau nilai setara dalam bentuk uang.

Fungsi Utama:
Kata pancung digunakan untuk mendeskripsikan bentuk fisik suatu objek yang runcing atau lancip, serta untuk menyebutkan jenis pajak tertentu yang berkaitan dengan perdagangan rotan.

Contoh Ipancungié bulangé – Dia melipat penutup kepalanya sehingga satu ujungnya menonjol ke samping atau ke atas, sehingga terlihat lancip.

  • Variasi Penggunaan:

    • Mupancung atau mancung: Bentuk adjektiva yang berarti "mempunyai bentuk runcing." Contoh: Hidungé mupancung – Hidungnya mancung.
    • Pancung alas: Frasa khusus yang merujuk pada pajak rotan.
  • Konteks Budaya:

    • Dalam budaya Gayo, bentuk runcing sering kali diasosiasikan dengan estetika atau simbol status sosial, seperti cara melipat selendang agar terlihat elegan.
    • Sistem pancung alas mencerminkan hubungan antara masyarakat lokal dan pemimpin adat dalam pengelolaan sumber daya alam, seperti rotan, yang merupakan komoditas penting di wilayah Gayo.

Berikut adalah tabel perbandingan pajak dari lima kata yang disebutkan (Wasil, Usur, Upet, Pancung, dan mĕjélis), dengan fokus pada aspek-aspek seperti jenis pajak, objek pajak, pihak yang memungut, dan konteks budaya atau ekonomi:


Tabel Perbandingan Pajak dalam Bahasa Gayo

Kata Jenis Pajak Objek Pajak Pihak yang Memungut Konteks Budaya/Ekonomi
Wasil Pajak atas hasil hutan Gading gajah, tanduk badak, getah Kĕdjoeroen Pětiambang dan Pengulu Mencerminkan hubungan antara masyarakat lokal, pemimpin adat, dan lingkungan alam. Pajak ini juga menunjukkan kerja sama antara otoritas pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber daya alam.
Usur Upeti kepada Sultan Aceh Barang-barang hasil hutan (getah, gading, tanduk badak, rotan, lilin) Sultan Aceh Menunjukkan loyalitas dan hubungan hierarkis antara Gayo dan Aceh. Pajak ini sering dibayarkan secara berkala sebagai bentuk pengakuan terhadap kekuasaan Aceh.
Upet Pajak perjudian dan aktivitas lain Biaya operasional tempat perjudian, honorarium pernikahan, penjualan opium Pemilik tempat perjudian (mpu ni judi) Berkaitan dengan praktik ekonomi informal, seperti perjudian dan penjualan barang-barang terlarang. Pajak ini mencerminkan adaptasi sistem adat terhadap aktivitas sosial tertentu.
Pancung Alas Pajak atas rotan Rotan yang diekspor dari wilayah timur Gayo Lues Pemimpin adat (reje) di Gayo Lues Mencerminkan pengelolaan sumber daya alam lokal oleh pemimpin adat. Pajak ini berfungsi sebagai sumber pendapatan sekaligus mekanisme untuk menjaga kelestarian rotan sebagai komoditas penting.
mĕjélis Pajak atas tembakau Tembakau yang diekspor dari Gayo ke Aceh Menara bea cukai Aceh Mencerminkan hubungan ekonomi antara Gayo dan Aceh, serta peran menara bea cukai dalam mengatur perdagangan lintas wilayah. Pajak ini menjadi salah satu sumber pendapatan bagi otoritas Aceh.

Analisis Perbandingan

  1. Jenis Pajak:

    • Pajak tradisional seperti wasil dan pancung alas berfokus pada hasil alam, mencerminkan ketergantungan masyarakat Gayo pada sumber daya hutan.
    • Pajak seperti usur dan mĕjélis lebih bersifat politis dan ekonomis, menunjukkan hubungan dengan pihak luar (Aceh).
    • Upet unik karena terkait dengan aktivitas sosial informal, seperti perjudian dan pernikahan.
  2. Objek Pajak:

  3. Pihak yang Memungut:

    • Pemimpin adat (reje, kĕjurun) memainkan peran besar dalam memungut pajak lokal seperti wasil dan pancung alas.
    • Pihak luar seperti Sultan Aceh (usur) dan menara bea cukai Aceh (mĕjélis) juga memiliki hak untuk memungut pajak, mencerminkan hubungan hierarkis dan ekonomi antara Gayo dan Aceh.
  4. Konteks Budaya/Ekonomi:

    • Pajak seperti wasil dan pancung alas mencerminkan nilai-nilai adat dan keberlanjutan lingkungan.
    • usur dan mĕjélis menunjukkan dinamika politik dan ekonomi antara Gayo dan Aceh, termasuk loyalitas dan kontrol ekonomi.
    • Upet menggambarkan adaptasi sistem adat terhadap aktivitas sosial yang tidak selalu sesuai dengan norma agama, tetapi tetap diakui dalam masyarakat.