Laya - Fikaramandio/korpus-bahasa-Gayo GitHub Wiki

1

LAYA
Salabisasi: LA-YA
Kelas kata: Nomina
Makna:

  1. Wabah atau epidemi, khususnya kolera dan penyakit pada hewan ternak.
  2. Secara luas, merujuk pada bencana alam atau kondisi buruk yang memengaruhi kehidupan manusia, seperti kelaparan atau gagal panen.

Fungsi Utama:

  • Menunjukkan kejadian wabah atau bencana yang melanda suatu wilayah, sering kali diikuti oleh dampak sosial seperti kelaparan atau migrasi.
  • Digunakan dalam konteks budaya untuk menggambarkan periode sulit yang dialami masyarakat Gayo.

Contoh Penggunaan:

  1. "Pudah a ara laya kōl i Gayō" → "Dulu pernah terjadi wabah besar di tanah Gayo."
  2. "Musim laya kěmali i pěpri laya" → "Pada musim wabah, orang tidak boleh menyebut kata 'laya'."
  3. "Laya jěma mulō" → "dimulai dengan wabah untuk manusia" (kolera)"
  4. "Nge měta gèh laya n kōrō, mbèh òya gèh lapé kōl" → "Setelah wabah kolera, datanglah wabah hewan, lalu disusul kelaparan."

Catatan Tambahan:

  • Variasi: Dalam situasi tertentu, kata laya diganti dengan istilah lain seperti pěnungén (hantu), kuju (angin), atau si rěmalan (jin) untuk menghindari kesialan atau pengaruh negatif.
  • Konteks Budaya: Wabah (laya) memiliki makna mendalam dalam budaya Gayo karena sering dikaitkan dengan masa-masa sulit yang memengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, dan spiritual masyarakat. Misalnya, selama wabah, orang-orang Gayo cenderung menghindari penggunaan kata laya secara langsung untuk menghindari kemarahan roh-roh jahat.

Penjelasan:

  • Frasa seperti "musim laya kěmali i pěpri laya" mencerminkan praktik budaya yang menekankan pentingnya tabu linguistik (penghindaran kata-kata tertentu) selama periode wabah. Ini menunjukkan bagaimana masyarakat Gayo memandang hubungan antara bahasa, spiritualitas, dan keberlangsungan hidup.
  • Contoh "nge měta gèh laya n kōrō, mbèh òya gèh lapé kōl" menggambarkan urutan bencana yang saling berhubungan, mencerminkan pemahaman holistik tentang hubungan antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan.

Kesimpulan Umum

Kata LAYA dalam bahasa Gayo memiliki makna yang mendalam terkait wabah, bencana, dan dampaknya terhadap masyarakat. Selain sebagai deskripsi fenomena alam, kata ini juga mencerminkan nilai-nilai budaya seperti tabu linguistik dan pandangan holistik tentang hubungan antara manusia, alam, dan roh. Dengan memahami konteks penggunaannya, kita dapat melihat bagaimana masyarakat Gayo menghadapi tantangan besar dalam sejarah mereka dengan cara yang penuh makna dan reflektif.


2

LAYA
Salabisasi: LA-YA
Kelas kata: Adjektiva
Makna:

  1. Sementara tidak berbuah (khususnya merujuk pada pohon kelapa atau pinang).
  2. Kondisi di mana tanaman mengalami periode tidak produktif dalam menghasilkan buah.

Fungsi Utama:

  • Digunakan untuk mendeskripsikan kondisi tanaman, terutama pohon kelapa atau pinang, yang sedang tidak menghasilkan buah.
  • Menunjukkan sifat sementara dari kondisi tersebut, yang sering dikaitkan dengan faktor alam seperti musim atau siklus pertumbuhan.

Catatan Tambahan:

  • Variasi: Kata ini khas digunakan dalam dialek Gayo Lues dan mungkin memiliki padanan lain di dialek Gayo lainnya, seperti rèl di Gayo Laut.
  • Konteks Budaya: Dalam masyarakat agraris seperti Gayo, kondisi tanaman yang tidak berbuah (laya) memiliki implikasi ekonomi dan sosial, karena kelapa dan pinang sering menjadi sumber pendapatan atau kebutuhan sehari-hari.

Kata LAYA selain mengambarkan pandemi dalam bahasa Gayo digunakan untuk menggambarkan kondisi tanaman, khususnya pohon kelapa atau pinang, yang sedang tidak berbuah. Istilah ini mencerminkan pemahaman masyarakat Gayo terhadap siklus alamiah tanaman dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Penggunaan kata ini juga menunjukkan betapa eratnya hubungan antara masyarakat Gayo dengan lingkungan alam mereka, di mana fenomena seperti hasil panen menjadi bagian integral dari budaya dan ekonomi lokal.